THE HISTORY OF QUR'ANIC TEXT


JUDUL: THE HISTORY OF QUR'ANIC TEXT: FROM REVELATION TO COMPILATION, A COMPARATIVE STUDY WITH THE OLD AND NEW TESTAMENT

PENGARANG: PROF. DR. MUHAMMAD MUSTAFA AL-A'ZAMI

PENERBIT: GEMA INSANI PRESS

TAHUN: 2005

JUMLAH HAL: 409 halaman

ISBN: 979-561-937-3


Diantara banyak buku yang ditulis dengan pendekatan ilmiah, mungkin inilah salah satu buku terbaik. Ditulis aslinya dalam bahasa Arab oleh seorang ilmuwan kelahiran India, buku ini ditujukan untuk membantah berbagai tulisan kalangan Orientalis yang sering memojokkan umat Islam. Dalam hal ini kesahihan kitab suci Al Qur'an. Sudah banyak tulisan sejak sekian abad lampau, yang ditulis oleh para penulis Kristiani dan Yahudi, dengan tujuan utama mendiskreditkan Islam, Al Qur'an dan Nabi Muhammad SAW.

Salah satu sasaran para Orientalis adalah keraguan mereka tentang validitas Al Qur'an sebagai kumpulan ayat suci, yang menurut mereka korup karena mengalami berbagai revisi, intervensi, keraguan, dan campur tangan lainnya.

Mustafa Al-A'zami memulai argumennya dengan sejarah turunnya wahyu Allah SWT melalui malaikat Jibril kepada Rasulallah, hingga hafalan Al Qur'an disampaikan kepada para sahabat. Pada masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar Ashsidiq, Umar bin Khattab mengusulkan kepada Abu Bakar agar seluruh surat Al Qur'an dikumpulkan dan didokumentasikan. Alasannya adalah kekhawatiran para sahabat penghafal Al Qur'an akan segera punah akibat perang. Disini kita mengikuti rantai peristiwa yang dilakukan Zaid bin Tsabit dalam merintis pendokumentasian Al Qur'an era pertama.

Standardisasi bacaan Al Qur'an dilakukan pada masa Khalifah Utsman bin Affan, dengan dibantu sebuah tim beranggotakan 12 orang, termasuk diantaranya Zaid bin Tsabit. Mengingat masa itu, proses standardisasi ini menjadi peristiwa yang mengagumkan. Mulai dari pengumpulan naskah (walau masih banyak sahabat yang bisa melantunkan seluruh Al Qur'an secara akurat), penyerahan dengan saksi minimal 2 orang (bahwa benar isi naskah sesuai bacaan Rasulallah), cross-reference, penyeragaman dialek Quraisy, hingga pada akhirnya hasil mushaf Utsmani dibandingkan dengan dokumentasi era Abu Bakar yang disimpan Hafshah binti Umar bin Khattab (putri Umar yang juga istri Rasulallah). Ini adalah proses penulisan dan editing yang luar biasa! Tidak salah jika Zaid bin Tsabit bisa dinobatkan sebagai editor ulung pertama dalam sejarah Islam.

Mushaf Utsmani inilah yang menjadi standar Al Qur'an diseluruh wilayah Islam, hingga berabad-abad lamanya, termasuk Al Qur'an yang kini kita miliki bersumber dari mushaf Utsmani. Jikapun ada berbedaan, terbatas pada pemberian tanda baca dan ini wajar, terutama setelah kita membaca bab tentang ilmu bahasa dan aksara Arab. Mushaf Utsmani tidak memberikan tanda baca dan batas antar surat. Pembatas antar surat terdapat bacaan Basmalah. Pemberian tanda baca, titik, serta pemisahan menjadi 30 juz baru pada periode berikutnya yang bertujuan untuk mempermudah bacaan semata. Tidak memberikan pengertian berbeda, atau bacaan berbeda.

Penulis lalu melanjutkan dengan sejarah aksara Arab, Ibrani, Kanaan, dan lainnya agar pembaca memahami sejarah dan karakteristik masing-masing aksara. Ketidakpahaman akan aksara inilah yang menurutnya, menjadi salah satu sebab kelirunya para Orientalis dalam meneliti naskah Al Qur'an. Pembaca juga dapat mengikuti sanad yang menjadi landasan menilai shahih-tidaknya suatu catatan sejarah, termasuk surat, ayat, hadits, dan pernyataan para sahabat dan tabi'in. Pemahaman yang kurang pada bidang ini juga menjadi faktor penting dalam berbagai tulisan para Orientalis. Selain itu para Orientalis mempermasalahkan sebuah mushaf milik seorang sahabat yang menghilangkan surat Al Fathihah dan dua surat terakhir, sehingga bertentangan dengan mushaf Utsmani. Penulis menjelaskannya secara panjang lebar.

Penulis lalu mengajak pembaca mengenal sejarah Perjanjian Lama (era Nabi Musa) dan Perjanjian Baru (era Nabi Isa) yang sudah mengalami distorsi turun-temurun, hingga bentuknya saat ini sudah diragukan keasliannya. Penulis melepaskan interpretasi bahwa para Nabi disitu menempati kedudukan yang sangat rendah. Berbeda dengan Al Qur;an yang menghormati seluruh Nabi Allah. Penulis murni secara ilmiah menuliskan fakta bahwa Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru sudah korup dan tidak dapat diyakini sebagai kitab asli dari Nabi Musa dan Nabi Isa. Satu fakta terdapat disini bahwa kitab Markus, Matius, Paulus dan Yohannes, yang terangkum dalam Perjanjian Baru, bahkan tidak diketahui nama pengarangnya dan tahun penulisannya!

Akhir kata penulis mampu menyanggah seluruh tudingan kaum Orientalis yang menyudutkan Islam, Al Qur'an dan Nabi Muhammad SAW. Banyak sekali ilustrasi mengagumkan dan catatan kaki disini. Butuh waktu lama untuk membacanya. Tapi percayalah, ilmu yang didapat dari buku ini sungguh mencerahkan akal dan hati.

Komentar

Anonim mengatakan…
kita memang perlu merujuk pada hal demikian, karena seringkali kitadisudutkan kepada detil2 sejarah yangbelum kita kuasai.
tidaklah mudah misalnya, menjelaskan tentangmengapa al quran syiah berbeda dengan al quran sunni. berbeda ? kayaknya enggak deh...hanya beda sampul saja, misalkan...karena Tuhan tidak akan membiarkan isinya berubah2...
saya ingat benar bagaimana di kampung saya bisa ditemukan adanya penghapusan satu kata (hanya satu kata) pada salah beberapa al quran buluk yang ada di rak mesjid kampung itu. ketika saya tanyakan kepada'penemu' kasus itu, dia cuma bingung,"...entah kenapa saya pengen comot dan buka2 al quran yang buluk itu...dan ternyata ada kata yang dihapus...." dalam hati saya berpikir, "Tuhan yang menuntunnya.."
Cakrawala Senja mengatakan…
ttg Sunni-Syiah, gue mulai nemu jawabannya. Puzzle-puzzle mulai bisa gue gabungkan, berdasarkan sejarah. Di mata Syiah, Sunni itu pengkhianat krn mendzolimi agama dan keturunan Nabi (peran Muawiyyah, Yazid, dst). Di mata mrk, kita ini warisan Sunni.

Tapi Syiah juga ngga bisa dibenarkan. Tidak bisa mereka merasa menanggung dosa nenek moyang mereka, krn mengkhianati Hussein hingga mati di Karbala. Setiap insan menanggung dosa masing2. Tidak orang tua nya.

Syiah juga tidak bisa dibenarkan, ketika mereka tidak mengakui seluruh sahabat Rasul yang dianggap bertentangan dgn mereka. Bahkan mereka tidak mengakui Abu Bakar, Umar dan Utsman, semata karena di mata Syiah mereka mengkhianati Ali (dgn menjadi khalifah). Berbagai sunnah/ hadits yang diriwayatkan para sahabat non-Syiah juga tidak diakui.

Gue tidak tahu Al Qur'an versi Syiah. Gue ngga kepingin tahu. Bagi gue, mengetahui bahwa Qur'an di tangan kita adalah sesuai dgn mushaf yg disusun Zaid bin Tsabit, atas perintah Abu Bakar, Umar dan Utsman, sudah cukup. Proses penyusunannya 99% sempurna.

Prosesnya adalah proses auditing paling sempurna yg pernah gue ikuti. Ilmu auditing zaman sekarang tertinggal sekian abad. Zaid bin Tsabit sudah melakukannya 14 abad lampau. Jika mau bikin buku Auditing in Islam, proses penyusunan mushaf Utsmani itulah contoh utama. Selain hadits tentunya. Yg dilakukan Imam Bukhari, Muslim, dll adalah proses auditing.
Anonim mengatakan…
ya..sama..sy juga pengen tau seberapa beda sih itu al qur an syiah...
tapi sy rasa, Tuhan tidak membuat al quran berbeda2 kok....hampir yakin sy kalo al qur'an mereka sama dgn punya kita, walau sy belum pernah baca, sy yakin dengan premis bahwa Beliau sendiri yang menjaganya...sy sih be positive aja...

Zaid bin Tsabit memang spesialis sekretariat... sejak jaman Rasul, hingga jaman khulafaur rasyidin, jabatan itu tetap diembannya...ketika jaman Abubakar, project utama dia adalah mengumpulkan kalam Tuhan... itu lewat proses auditing yang demikian presisi.
Pintar sekali memang si Tsabit ini....profesi Tsabit dimulai sebagai pembaca al Quran yang fasih dan sempurna di usia belasan tahun, bukan yang terindah (Abdullah bin mas'ud adalah Qari yang indah sekali bacaannya).

Trus urusannya juga nggak jauh - jauh dari kodifikasi. Pas jaman Umar, Tsabit menjadi kepala urusan hukum, karena itu dia langsung bikin kitab rujukan hukum. Kompilasi kitab hukum jaman Umar ini mencakup hampir seluruh wilayah imperium yang demikian luas, dimana juga disusun dengan sangat presisi.

Dibalik kehebatan auditing, salah satukuncinya adalah Tsabit sangat berhati - hati. Tidak semuanya beliau borong dan dikompilasi. Karena itulah, hadits dari rawi atas nama Tsabit hanyalah sembilan puluhan saja. Padahal Tsabit sering mendampingi keseharian Rasul. Ya. Tsabit memang berhati - hati. Pernah saat Tsabit ngobrol dengan Muawiyah, membicarakan sesuatu, ternyata diam2 sektrtaris Muawiyah mencatat. Oleh Tsabit catatan itu dimusnahkan.

Di zaman Usman, Tsabit menjabat sebagai pengawas keuangan.

Postingan Populer